Film Review: Fabricated City (2017)

Perlu waktu 12 tahun bagi Park Kwang-hyun untuk kembali menghadirkan sebuah film selepas Welcome to Dongmakgol (2005) yang kini sudah bisa dianggap klasik. Tentunya Fabricated City (조작된 도시;  Jojakdoen Doshi), demikian film terbarunya, memancing rasa penasaran, apakah ia akan kembali menghadirkan sebuah petualangan sinema yang istimewa? Jawabannya bisa ya, bisa juga tidak. Tergantung sudut pandang. 

Ya, karena Park masih bisa diandalkan dalam menghadirkan film lintas-genre yang meluncur cepat dan menghibur. Tidak, karena Fabricated City ternyata tidak sedalam itu dalam mengupas satir atau kritisi sosialnya.

Fabricated City berkisah tentang Kwon Yoo (Ji Chang-wook, Empress Ki, The K2), pemuda pengangguran mantan juara taekwondo yang dituduh melakukan sebuah pembunuhan. Kasus ini telah menghancurkan tidak hanya kehidupannya, tapi juga keluarga satu-satunya, sang ibu. Saat ia berkesempatan untuk melarikan diri dari penjara, ia pun berusaha untuk membersihkan namanya sembari mengungkap siapa pelaku sebenarnya.

Untungnya, waktu yang banyak dihabiskan Kwon Yoo bermain game on-line di warnet sangat membantu, karena ia memiliki beberapa teman dunia maya yang setia padanya dan siap membantu, termasuk seorang gadis hacker penyendiri, Yeo Wool (Shim Eun-kyung, Sunny, Miss Granny).

Plot korban salah tangkap yang membersihkan namanya bukan hal asing. Oleh karena itu tentu saja naskah Fabricated City memerlukan variasi agar bisa tampil beda dengan kisah-kisah sejenis. Dan untuk itu Park, yang juga bertugas menulis naskah, memasukkan tentang konspirasi dan ironi tentang nasib orang kecil yang terlindas oleh sistem atau dimanfaatkan oleh sosok-sosok yang memiliki uang atau kuasa demi kepentingan mereka sendiri

Dengan pendekatan berbeda, Fabricated City bisa menjadi thriller suspens berbumbu psikologi yang menegangkan sekaligus menohok. Namun, Park sepertinya lebih tertarik untuk memacu adrenalin melalui paparan berbagai adegan aksi yang mengalir kencang dan berkelindaan dengan plot yang berlika-liku dan penuh kejutan.

Fabricated City tampil seperti sebuah techno-thriller berdosis tinggi yang tujuan utamanya untuk membuat penonton duduk tegang menikmati setiap aksi yang disajikan. Sebagai jeda, dihadirkan beberapa adegan drama atau komedi. Sayangnya terasa trivial, karena film tidak terlalu peduli dengan pengembangan karakter, sehingga drama atau komedi tadi tidak memberi kesan mendalam atau memiliki signifikansi terhadap keutuhan plot film secara keseluruhan.

Dan jika memang Fabricated City lebih peduli pada aksi-laga, maka ia berhasil untuk itu. Park harus diakui mampu dengan baik mengeksekusi adegan laga yang intens dan memukau. Memanjakan mata secara visual sekaligus mendebarkan untuk diikuti. Terimakasih tentunya kepada Ji Chang-wook – dalam peran utama pertamanya – yang tampil penuh dedikasi dan meyakinkan untuk bertugas sebagai penggerak utama film, terlepas dari beberapa kelemahan dalam logika cerita.

Fabricated City menghabiskan sebagian besar durasinya (yang tidak pendek) sebagai wahana bagi twist demi twist, pamer teknologi, kejar-kejaran mobil, perkelahian dan tembak-tembakan. Lebih mirip struktur game online yang dimainkan Kwon Yoo dan teman-temannya, ketimbang menjadi sebuah film dengan narasi utuh dan karakter yang organis. Agak mengecewakan sebenarnya, karena Fabricated City memiliki pesan sosial yang layak untuk direnungkan. Hanya saja, dengan segala hingar bingarnya, subtilitas kemudian menjadi hal langka karena dipinggirkan untuk memberi podium pada sensasi aksi meriah.

Meski begitu, sebagai sebuah film hiburan, jelas Fabricated City tidak mengecewakan. Secara teknis ia mumpuni dan didukung oleh barisan aktor yang bermain bagus. Sederhananya; it’s a roller coaster of thrills and excitement.

★★★½ ☆ ☆