Film Review: The Perfect House (2011)

Mengerjakan sebuah film thriller itu memang gampang-gampang susah. Bermodal cerita yang menarik saja terkadang tidak cukup, karena juga diperlukan ketangkasan sutradaranya untuk menarik-ulur intensitas juga mempertahankan atmosfirnya untuk tetap terjaga. Yang paling penting, penonton harus tetap tertarik untuk mengikuti kemana film mengarah. Menilik perjalanan panjang film Indonesia, tampaknya thriller mungkin adalah genre yang jarang disentuh oleh para sineas kita, yang mungkin disebabkan karena tingkat kesulitan dalam pengerjaannya tadi. Meski begitu, tetap terselip beberapa judul yang cukup berhasil dalam misinya sebagai thriller yang menawan, sebut saja Pintu Terlarang (2009) karya Joko Anwar atau Fiksi (2008) yang merupakan debut penyutradaraan Mouly Surya. Nah, di tahun 2011 ini, kita berkesempatan untuk dapat menyimak sebuah film thriller lain yang berjudul The Perfect House yang merupakan buah karya sutradara muda berbakat, Affandi Abdul Rachman.

Meski terkenal berkat film-film komedi romantis seperti Heartbreak.com (2009) dan Aku atau Dia (2010), namun sebenarnya Affandi memulai debutnya melalui thriller-supernatural Pencarian Terakhir (2008), sehingga rasanya thriller seharusnya bukan hal yang baru baginya.Dan terbukti kalau The Perfect House memang mampu berjalan dalam koridor ataupun pakem ranah thriller yang ideal. Ada plot yang mampu memancing rasa penasaran, karakterisasi yang tegas, dan tentu saja ketegangan.

Kisahnya sendiri berputar pada seorang guru muda yang bernama Julie (Cathy Sharon) yang harus menggantikan temannya yang menghilang entah kemana saat harus mengajar cucu semata wayang seorang perempuan misterius bernama Rita (Bella Esperance) yang bernama Januar (Endy Arfian). Masalahnya Julie harus menginap di rumah milik Rita selama proses belajar-mengajar berlangsung karena lokasinya yang terletak jauh di daerah pegunungan.

Selama berada di rumah tersebut, yang hanya ditempati oleh Rita bersama Januar dan pembantu mereka yang mempunyai gerak-gerik mencurigakan (Mike Lucock), Julie pun mulai merasakan berbagai kejanggalan yang menggelisahkan hatinya. Mulai dari sikap otoriter Rita terhadap cucunya, hingga atmosfir rumah yang meski terlihat teduh dan dikelilingi pemandangan indah, namun ada kesan suram yang menyelimuti. Januar sendiri ternyata menyimpan cerita kelam dan perasaan Julie yang makin terikat kepada Januar memutuskan untuk menyelidik rahasia yang tersimpan di rumah tersebut.

The Perfect House nyatanya tidaklah sesempurna judulnya. Terlalu banyak bolong-bolong di plotnya sehingga  terasa sangat mengganggu dan juga beberapa adegan yang jelas-jelas menentang logika. Belum lagi skrip yang ditulis oleh Alim Sudio kurang terampil dalam membungkus misterinya, sehingga dalam beberapa menit awal saja rasanya penonton cukup mudah menebak misteri yang sebenarnya tersimpan dalam kisahnya. Walhasil, kita hanya bisa bersabar membiarkan bagaimana film membawa kita dalam narasinya.

Pace yang cukup lambat sebenarnya bisa menjadi bumerang; berguna untuk menuntun penonton secara perlahan pada kilmaks film, namun disaat lain juga memutus rasa penasaran penonton yang kurang sabaran. Ada beberapa bagian yang memang sebaiknya diringkas untuk menghindarkan kesan bertele yang menghinggapi film ini. Film juga cukup pelit dalam memberikan suspensi dalam perjalanan kisahnya, sehingga drama verbal yang monoton mengisi nyaris di delapan puluh persen durasinya.

Namun begitu beruntung film ini memiliki Bella Esperance. Aktris senior ini memang telah matang kualitas aktingnya sehingga tidak usah diragukan lagi dalam memberi kekuatan yang prima untuk karakter yang diperankannya. Cathy Sharron juga memberikan penampilan yang cukup baik. Namun kredit lebih rasanya harus diberikan kepada si aktor cilik, Endi Arfian yang bermain dengan cukup meyakinkan. Sedang Mike Lucock rasanya harus dipuji dalam memberikan kesan seram pada karakter yang nyaris tidak mengucapkan sepatah kata yang diperankannya.

Saya sendiri cukup dapat menikmati jalan cerita The Perfect House, terlepas dari banyaknya kekurangan-kekurangan yang dimilikinya. Meski agak kecewa karena rasa penasaran dan gregetan yang saya harapkan bisa dirasakan saat menyaksikan film sejenis ini kurang maksimal tergali, akan tetapi setidaknya dalam durasi nyaris sepanjang dua jamnya tersebut, saya cukup dapat mengapresiasi semangat para pembuat filmnya untuk membuat film thriller yang baik-dan-benar. Semoga lebih baik untuk karya mendatang.

4 responses to “Film Review: The Perfect House (2011)”

  1. hm…jd ceritanya gmn sih? kenapa januar gak boleh keluar?

    1. Hmm, kalau sudah nonton filmnya sampai selesai, pasti tahu kenapa 🙂

  2. iya, jarang ya genre yg satu ini. tapi mendingan jarang sih. jadinya takut ga rusak kaya genre horor.

    btw, jadi pengen banget nonton…

    1. Nonton dong Jeh, sebelum hilang dari peredaran 😉

Leave a comment